Posts Comments
Subscribe in a reader
Kec. Banjarharja, Kab. Brebes, Jawa Tengah, Indonesia
Lihat semua postingan >>Di sini<<
0 komentar to “Manusia Berkepala Dua”
Mau komentar? silahkan aja asal jangan komentar spam yah.Dan maaf loh! Komentar bernada spam akan saya hapus.Untuk melihat semua postingan klik aja Di sini
PANTUN BERANGAN-ANGAN
Anak muda belum berakal Siang kesana malam kemai Hendak kusapa belumlah kenal Kutimang saja di dalam mimpi Air timpas pasang tak tiba Banyaklah kapal bergalah lalu Kakiku lemas hilang bicara Hendak berkenal terasa malu Anak sepat baru berenang Pasang tiba airpun penuh Hendak dekat hatiku bimbang Kupandang saja dari jauh Dapat udang bawa berlayar Hendak dijual pembeli sayur Teringat abad dada berdebar Sejak kukenal belum menegur Sudah lama merendam selasih Barulah kini mau mengembang Sudah lama kupendam kasih Barulah kini bertemu pandang Badak tenuk namanya hewan Hidup selalu di dalam rimba Hendak menjenguk terasa segan Ke angin lalu kukirim cinta Buah nangka dari seberang Sedap sekali dibuat sayur Sudah lama ku nanti abang Barulah kini dapat menegur Anak musang disalak anjing Hingga malam lari menyuruk Hendak meminang tidak sebanding Dibawa diam hatiku remuk Buah nangka dari seberang Baunya wangi sedap rasanya Sudah lama ku nanti abang Barulah kini bertatap muka Diam-diam orang beramu Membawa badik untuk senjata Dalam diam abang menunggu Semoga adik mau menyapa Masak labu di tengah ladang Bawa ke rumah dibuat sayur Hendak merayu payah betandang Mata dah merah tak dapat tidur Masak durian tercium bau Isinya sedap rasanya manis Hendak berkenalan terasa malu Di dalam gelap hamba menangis Malam hari orang melukis Membuat gambar indah sekali Dalam hati hamba menangis Ingat kekasih tambatan hati Mengapa orang pergi menjala Menjala sepat sekali belum Mengapa abang menjadi gila Gila melihat adik tersenyum Mengapa tanah menjadi debu Karena lama tak turun hujan Mengap alidah menjadi kelu Karena terlena melihat tuan Naik turun membawa padi Padi ladang padi ternama Adik sepantun bunga melati Kami memandang menjadi gila Naik turun membawa parang Untuk menebas semak belukar Adik sepantun bunga dikarang Membuat cemas dada berdebar Satu-satu membawa sayur Supaya air jangan terbuang Malu-malu hamba menyapa Karena kuatir tunangan orang Sisik bukan sebarang sisik Sisik belida memutus jala Cantik bukan sebarang cantik Cantik membawa hatiku gila Sisik bukan sebarang sisik Sisik ayam membawa tuah Cantik bukan sebarang cantik Cantik meredam hati yang gundah Siang malam orang menari Sampai remuk rasanya badan Kukenang puan dalam mimpi Bagai pungguk merindu bulan Telah lama orang menekat Membuat baju kebaya lebar Sudah lama abang terpikat Hendak bertemu dada berdebar Tebanglah kayu sebatang dua Untuk membuat perahu kolek Abang merindu sepanjang masa Mabuk melihat tubuh yang molek Air timpas pasang tak tiba Banyaklah kapal bergalah lalu Kakiku lemas hilang bicara Hendak berkenal terasa malu Batang pepaya berputik belum Bila berulat lekas dipancung Abang menyapa adik tersenyum Rasa mendapat emas segunung
Air timpas pasang tak tiba Banyaklah kapal bergalah lalu Kakiku lemas hilang bicara Hendak berkenal terasa malu
Anak sepat baru berenang Pasang tiba airpun penuh Hendak dekat hatiku bimbang Kupandang saja dari jauh
Dapat udang bawa berlayar Hendak dijual pembeli sayur Teringat abad dada berdebar Sejak kukenal belum menegur
Sudah lama merendam selasih Barulah kini mau mengembang Sudah lama kupendam kasih Barulah kini bertemu pandang
Badak tenuk namanya hewan Hidup selalu di dalam rimba Hendak menjenguk terasa segan Ke angin lalu kukirim cinta
Buah nangka dari seberang Sedap sekali dibuat sayur Sudah lama ku nanti abang Barulah kini dapat menegur
Anak musang disalak anjing Hingga malam lari menyuruk Hendak meminang tidak sebanding Dibawa diam hatiku remuk
Buah nangka dari seberang Baunya wangi sedap rasanya Sudah lama ku nanti abang Barulah kini bertatap muka
Diam-diam orang beramu Membawa badik untuk senjata Dalam diam abang menunggu Semoga adik mau menyapa
Masak labu di tengah ladang Bawa ke rumah dibuat sayur Hendak merayu payah betandang Mata dah merah tak dapat tidur
Masak durian tercium bau Isinya sedap rasanya manis Hendak berkenalan terasa malu Di dalam gelap hamba menangis
Malam hari orang melukis Membuat gambar indah sekali Dalam hati hamba menangis Ingat kekasih tambatan hati
Mengapa orang pergi menjala Menjala sepat sekali belum Mengapa abang menjadi gila Gila melihat adik tersenyum
Mengapa tanah menjadi debu Karena lama tak turun hujan Mengap alidah menjadi kelu Karena terlena melihat tuan
Naik turun membawa padi Padi ladang padi ternama Adik sepantun bunga melati Kami memandang menjadi gila
Naik turun membawa parang Untuk menebas semak belukar Adik sepantun bunga dikarang Membuat cemas dada berdebar
Satu-satu membawa sayur Supaya air jangan terbuang Malu-malu hamba menyapa Karena kuatir tunangan orang
Sisik bukan sebarang sisik Sisik belida memutus jala Cantik bukan sebarang cantik Cantik membawa hatiku gila
Sisik bukan sebarang sisik Sisik ayam membawa tuah Cantik bukan sebarang cantik Cantik meredam hati yang gundah
Siang malam orang menari Sampai remuk rasanya badan Kukenang puan dalam mimpi Bagai pungguk merindu bulan
Telah lama orang menekat Membuat baju kebaya lebar Sudah lama abang terpikat Hendak bertemu dada berdebar
Tebanglah kayu sebatang dua Untuk membuat perahu kolek Abang merindu sepanjang masa Mabuk melihat tubuh yang molek
Batang pepaya berputik belum Bila berulat lekas dipancung Abang menyapa adik tersenyum Rasa mendapat emas segunung
PANTUN KASIH TAK SAMPAI
Ulam bukan sebarang ulam Ulamnya dibawa anak penggalas Demam bukan sebarang demam Demam cinta tidak terbalas Tabunglah gendang bunyi bertalu Orang bersorak gegap gempita Sungguh malang nasib diriku Cinta ditolak harapan hampa Tujuh hari dalam seminggu Budak duduk membelah rotan Tubuhku lesu memendam rindu Awak bertepuk sebelah tangan Ampas kelapa dibuang orang Jatuh ke sungai dimakan ikan Lemas anggota remuklah tulang Kasih tak sampai binasa badan Buah seminai biji berkilat Dibuat minyak rasa perisa Sudah ku ungkai tali pengikat Adik menolak apalah daya Dapat itik baru bertelur Hendak digulai tak sampai hati Teringat adik hatiku hancur Kasih tak sampai kubawa mati Buah perindu di Bukit Siguntang Sejak dahulu berhujan panas Tubuhku layu sakit telentang Karena cintaku tiada berbalas Buah durian berduri-duri Bila masak tentulah gugur Sudah berbulan kunanti-nanti Adik mengelak hatiku hancur Bukan palu sebarang palu Palu gada bertali rantai Bukan pilu sebarang pilu Pilu karena kasih tak sampai Cukup sudah orang berlayar Tetapi kolek tak mau laju Cukup sudah abang bersabar Tetapi adik tak mau tahu Gugur buah di pagi hari Ada masak ada yang muda Hancur sudah hatiku ini Cinta ditolak begitu saja Gugur melati dimakan kumbang Layulah tangkai patah kelopak Hancur hatiku bukan kepalang Rindu tak sampai cinta ditolak Bulan puasa bulan teruji Orang beramai pergi ke surau Badan sengsara memakan hati Kasih tak sampai hatiku risau Bagaimana nasi tidakkan putih Beras ditumbuk diidang dulu Bagaimana hati tidakkan sedih Puas membujuk orang tak mau Buluh perindu di Bukit Siguntang Sejak dahulu berhujan panas Tubuhku layu sakit telentang Karena cintaku tiada berbalas Diam-diam orang melukis Membuat gambar anak peladang Dalam diam abang menangis Niat meminang ditolak orang Beban berat kakipun goyang Rasanya letih menggoyang lutut Badan penat hati pun bimbang Karena kasih tiada bersambut Air hujan turun mencurah Jatuh ke tanah terus ke laut Binasa badan menahan gundah Kasih kucurah tiada bersambut Angin bertiup semakin kencang Kapal berlayar dilanda badai Ingin kuhidup bersama abang Sayangnya kasih tiada sampai Anak elang mati terkejut Hilang campak ke dalampaya Awaklah sayang hati terpaut Orang menolak apalah daya Bulan haji bulan mulia Orang ke Mekah beramai-ramai Bukan ku mati karena senjata Sedang bercinta kasih tak sampai Asap api nampak menjulang Petang hari barulah reda Hasrat hati hendak meminang Orang tak sudi undurlah hamba Banyaklah beruk makan cempedak Memanjat kayu sepanjang hari Hendak merajuk bukanlah budak Penat merayu orang tak sudi Asap api dari seberang Dibawa angin ketengah laut Hasrat hati memetik kembang Rupanya kasih tiada bersambut Asap api nampak bergumpal Padang kering sudah menyala Hasrat hati hendak berkenal Orang berpaling apalah daya Bagaimana orang takkan beramuk Dusun dan desa dirusak musuh Bagaimana abang takkan merajuk Bertahun kupuja adik tak acuh Bagaimana orang hendak menumbuk Lesunya saja tidak berlalu Bagaimana abang hendak memeluk Dipandang saja adik tak mau Batang nyiur di tepi kolam Di sana bayan berdiam diri Orang ditegur bermuka masam Kasihku simpan di dalam saja Belum duduk sudah berdiri Manakan orang dapat bicara Belum ditengok sudah lari Manakah sempat kita bercinta Buah cempedak jatuh berdebuk Jatuh menimpa anak buaya Sudah sejak aku membujuk Dinda tak suka apalah daya Palu bukan sembarang palu Palu pusaka berpalut emas Malu bukan sembarang malu Malu cinta tidak berbalas
Tabunglah gendang bunyi bertalu Orang bersorak gegap gempita Sungguh malang nasib diriku Cinta ditolak harapan hampa
Tujuh hari dalam seminggu Budak duduk membelah rotan Tubuhku lesu memendam rindu Awak bertepuk sebelah tangan
Ampas kelapa dibuang orang Jatuh ke sungai dimakan ikan Lemas anggota remuklah tulang Kasih tak sampai binasa badan
Buah seminai biji berkilat Dibuat minyak rasa perisa Sudah ku ungkai tali pengikat Adik menolak apalah daya
Dapat itik baru bertelur Hendak digulai tak sampai hati Teringat adik hatiku hancur Kasih tak sampai kubawa mati
Buah perindu di Bukit Siguntang Sejak dahulu berhujan panas Tubuhku layu sakit telentang Karena cintaku tiada berbalas
Buah durian berduri-duri Bila masak tentulah gugur Sudah berbulan kunanti-nanti Adik mengelak hatiku hancur
Bukan palu sebarang palu Palu gada bertali rantai Bukan pilu sebarang pilu Pilu karena kasih tak sampai
Cukup sudah orang berlayar Tetapi kolek tak mau laju Cukup sudah abang bersabar Tetapi adik tak mau tahu
Gugur buah di pagi hari Ada masak ada yang muda Hancur sudah hatiku ini Cinta ditolak begitu saja
Gugur melati dimakan kumbang Layulah tangkai patah kelopak Hancur hatiku bukan kepalang Rindu tak sampai cinta ditolak
Bulan puasa bulan teruji Orang beramai pergi ke surau Badan sengsara memakan hati Kasih tak sampai hatiku risau
Bagaimana nasi tidakkan putih Beras ditumbuk diidang dulu Bagaimana hati tidakkan sedih Puas membujuk orang tak mau
Buluh perindu di Bukit Siguntang Sejak dahulu berhujan panas Tubuhku layu sakit telentang Karena cintaku tiada berbalas
Diam-diam orang melukis Membuat gambar anak peladang Dalam diam abang menangis Niat meminang ditolak orang
Beban berat kakipun goyang Rasanya letih menggoyang lutut Badan penat hati pun bimbang Karena kasih tiada bersambut
Air hujan turun mencurah Jatuh ke tanah terus ke laut Binasa badan menahan gundah Kasih kucurah tiada bersambut
Angin bertiup semakin kencang Kapal berlayar dilanda badai Ingin kuhidup bersama abang Sayangnya kasih tiada sampai
Anak elang mati terkejut Hilang campak ke dalampaya Awaklah sayang hati terpaut Orang menolak apalah daya
Bulan haji bulan mulia Orang ke Mekah beramai-ramai Bukan ku mati karena senjata Sedang bercinta kasih tak sampai
Asap api nampak menjulang Petang hari barulah reda Hasrat hati hendak meminang Orang tak sudi undurlah hamba
Banyaklah beruk makan cempedak Memanjat kayu sepanjang hari Hendak merajuk bukanlah budak Penat merayu orang tak sudi
Asap api dari seberang Dibawa angin ketengah laut Hasrat hati memetik kembang Rupanya kasih tiada bersambut
Asap api nampak bergumpal Padang kering sudah menyala Hasrat hati hendak berkenal Orang berpaling apalah daya
Bagaimana orang takkan beramuk Dusun dan desa dirusak musuh Bagaimana abang takkan merajuk Bertahun kupuja adik tak acuh
Bagaimana orang hendak menumbuk Lesunya saja tidak berlalu Bagaimana abang hendak memeluk Dipandang saja adik tak mau
Batang nyiur di tepi kolam Di sana bayan berdiam diri Orang ditegur bermuka masam Kasihku simpan di dalam saja
Belum duduk sudah berdiri Manakan orang dapat bicara Belum ditengok sudah lari Manakah sempat kita bercinta
Buah cempedak jatuh berdebuk Jatuh menimpa anak buaya Sudah sejak aku membujuk Dinda tak suka apalah daya
Palu bukan sembarang palu Palu pusaka berpalut emas Malu bukan sembarang malu Malu cinta tidak berbalas
PANTUN PUTUS CINTA
Anak kera mencuri manggis Matanya pedih kena jelatang Awak tertawa hati menangis Karena kekasih dibawa orang Mabuklah orang dalam perahu Ombak besar setinggi rumah Mabuklah abang memendam rindu Adik kudengar pergi menikah Baik berburu di malam hari Bersuluh bulan dengan bintang Adik kucumbu di dalam mimpi Tubuhmu sudah ditangan orang Untuk apa orang ke hulu Kalau klek sudah berlubang Untuk apa hamba menunggu Kalau adik sudah bertunang Hari minggu jalan ke pasar Disana belanja membeli udang Hatiku pilu rasa terbakar Bunga kupuja dipetik orang Habislah buah pisang nangka Pisang serawak tegak sebatang Habislah tuah hilanglah muka Pinangan awak ditolak orang Fajar subuh sudahlah terbit Tanda hari menjelang siang Terbakar tubuh dadaku sakit Adinda kini dipinang orang Galah bukan sebarang galah Galah orang pemanjat pinang Salah bukan sebarang salah Salah abang lambat meminang Buluh cina berwarna kuning Tegak lurus dengan kokohnya Karena adik sudah berpaling Badanku kurus menanggung duka Sudahlah makan tidak berkuah Nasi yang ada terasa kurang Sudahlah badan tidak bertuah Kekasih pula dilarikan orang Bagaimana padi tidakkan basah Pagi petang dilimbur pasang Bagaimana hati tidakkan patah Kekasih hilang direbut orang Diam-diam orang berkayuh Karena takut dikejar buaya Saban malam abang mengeluh Karena adik sudah berpunya Jatuh bangkit orang berburu Mengejar kijang kesana sini Tubuhku sakit tulangpun ngilu Mendengar abang sudah berbini Jatuh tupai salah melompat Bekejar naik ke batang pinang Tubuhku lunglai patah semangat Mendengar adik dipinang orang Beras padi diindang orang Supaya tahu mana antahnya Belas hati memandang abang Adik ditunggu sudah berpunya Belilah aruan serta belanak Dapat dipindang sesudah bersih Hati menyetan dadaku bengkak Melihat abang berpindah kasih Bulan sabit diambang petang Makin dipandang semakin indah Sudah senasib abang yang malang Hendak meminang adik lah nikah Bulan sabit di langit tinggi Sayup-sayup mata memandang Sudahlah nasib celaka diri Adik kucinta dipinang orang Dari teluk berjalan pulang Naik kerumah sudahlah senja Hatiku remuk bukan kepakang Adik tercinta sudah berpunya Kemana lagi membawa ketupat Bunga sekaki sudahlah layu Kemana lagi adik bermanja Kanda kunanti tak mahu tahu Bulan haji bulan mulia Besar kecik tiada terbilang Rasakan mati badan sebelah Mendengar adik dipinang orang Batang nangka putik sejari Rebah ke tanah lapuk terbuang Abang menyangka adik sendiri Rupanya sudah duduk bertunang Bagaimana bunga kan jadi mekar Kalaulah kumbang sudah menyeri Bagaiman hamba memberi kabar Kalaulah abang sudah beristeri Benang ditenun berhari-hari Lambat laun menjadi kain Abang melamun gila menanti Adik lah kawin ke orang lain Beras bukan sebarang beras Beras ditumbuk membuang antah Panas bukan sebarang panas Panas menengok abang menikah Banyaklah upih dicari orang Untuk pembungkus lempuk durian Hendak kupilih kekasih orang Mabuklah hamba duduk sendirian Bangau bukan sembarang bangau Bangau putih berparuh panjang Risau bukan sembarang risau Risau kekasih direbut orang Jikalau kumbang sudah menyeri Tentulah kelopaknya menjadi layu Kalaulah abang sudah beristeri Tentulah adik kan kuberi tahu Apa guna kacang direndang Bila masak direndam lagi Apa guna abang meminang Bila isteri sudah beranak Batang pinang sudahlah patah Tak lama lagi tentulah rubuh Orang kusayang sudah menikah Kemana lagi dagang berlubang Alangkah elok naik perahu Di sana mudah mencari angin Abanglah bujuk adik tak mau Rupanya ada janji yang lain Bagaimana titi takkan terendam Hujan lebat semelah hulu Bagaimana kami takkan berdendam Tuan lah dapat pasangan baru Bagaimana kita hendak berhenti Karena di jalan orang curiga Bagaimana hamba hendak berjanji Karena tuan memandang harta Badik diasah berulang kali Untuk berperang melawan musuh Adik gelisah mengenang janji Kutengok abang kian menjauh Bagaimanalah kita hendak berunding Orang berbantah setiap hari Bagaimana hamba hendak disunting Abanglah sudah beranak isteri Bagaimana kita hendak melangkah Tulang sendiri terasa goyang Bagaimana hamba hendak menikah Abang lah menjadi laki orang Tali kecapi disebut orang Bila dipetik bunyinya nyaring Hati ku ini mabuk kepayang Karena adik sudah berpaling Bagaimana kita hendak berlayar Ombak besar memecah tebing Bagaimana hamba hendak bersabar Kudengar abang sudah berpaling
Mabuklah orang dalam perahu Ombak besar setinggi rumah Mabuklah abang memendam rindu Adik kudengar pergi menikah
Baik berburu di malam hari Bersuluh bulan dengan bintang Adik kucumbu di dalam mimpi Tubuhmu sudah ditangan orang
Untuk apa orang ke hulu Kalau klek sudah berlubang Untuk apa hamba menunggu Kalau adik sudah bertunang
Hari minggu jalan ke pasar Disana belanja membeli udang Hatiku pilu rasa terbakar Bunga kupuja dipetik orang
Habislah buah pisang nangka Pisang serawak tegak sebatang Habislah tuah hilanglah muka Pinangan awak ditolak orang
Fajar subuh sudahlah terbit Tanda hari menjelang siang Terbakar tubuh dadaku sakit Adinda kini dipinang orang
Galah bukan sebarang galah Galah orang pemanjat pinang Salah bukan sebarang salah Salah abang lambat meminang
Buluh cina berwarna kuning Tegak lurus dengan kokohnya Karena adik sudah berpaling Badanku kurus menanggung duka
Sudahlah makan tidak berkuah Nasi yang ada terasa kurang Sudahlah badan tidak bertuah Kekasih pula dilarikan orang
Bagaimana padi tidakkan basah Pagi petang dilimbur pasang Bagaimana hati tidakkan patah Kekasih hilang direbut orang
Diam-diam orang berkayuh Karena takut dikejar buaya Saban malam abang mengeluh Karena adik sudah berpunya
Jatuh bangkit orang berburu Mengejar kijang kesana sini Tubuhku sakit tulangpun ngilu Mendengar abang sudah berbini
Jatuh tupai salah melompat Bekejar naik ke batang pinang Tubuhku lunglai patah semangat Mendengar adik dipinang orang
Beras padi diindang orang Supaya tahu mana antahnya Belas hati memandang abang Adik ditunggu sudah berpunya
Belilah aruan serta belanak Dapat dipindang sesudah bersih Hati menyetan dadaku bengkak Melihat abang berpindah kasih
Bulan sabit diambang petang Makin dipandang semakin indah Sudah senasib abang yang malang Hendak meminang adik lah nikah
Bulan sabit di langit tinggi Sayup-sayup mata memandang Sudahlah nasib celaka diri Adik kucinta dipinang orang
Dari teluk berjalan pulang Naik kerumah sudahlah senja Hatiku remuk bukan kepakang Adik tercinta sudah berpunya
Kemana lagi membawa ketupat Bunga sekaki sudahlah layu Kemana lagi adik bermanja Kanda kunanti tak mahu tahu
Bulan haji bulan mulia Besar kecik tiada terbilang Rasakan mati badan sebelah Mendengar adik dipinang orang
Batang nangka putik sejari Rebah ke tanah lapuk terbuang Abang menyangka adik sendiri Rupanya sudah duduk bertunang
Bagaimana bunga kan jadi mekar Kalaulah kumbang sudah menyeri Bagaiman hamba memberi kabar Kalaulah abang sudah beristeri
Benang ditenun berhari-hari Lambat laun menjadi kain Abang melamun gila menanti Adik lah kawin ke orang lain
Beras bukan sebarang beras Beras ditumbuk membuang antah Panas bukan sebarang panas Panas menengok abang menikah
Banyaklah upih dicari orang Untuk pembungkus lempuk durian Hendak kupilih kekasih orang Mabuklah hamba duduk sendirian
Bangau bukan sembarang bangau Bangau putih berparuh panjang Risau bukan sembarang risau Risau kekasih direbut orang
Jikalau kumbang sudah menyeri Tentulah kelopaknya menjadi layu Kalaulah abang sudah beristeri Tentulah adik kan kuberi tahu
Apa guna kacang direndang Bila masak direndam lagi Apa guna abang meminang Bila isteri sudah beranak
Batang pinang sudahlah patah Tak lama lagi tentulah rubuh Orang kusayang sudah menikah Kemana lagi dagang berlubang
Alangkah elok naik perahu Di sana mudah mencari angin Abanglah bujuk adik tak mau Rupanya ada janji yang lain
Bagaimana titi takkan terendam Hujan lebat semelah hulu Bagaimana kami takkan berdendam Tuan lah dapat pasangan baru
Bagaimana kita hendak berhenti Karena di jalan orang curiga Bagaimana hamba hendak berjanji Karena tuan memandang harta
Badik diasah berulang kali Untuk berperang melawan musuh Adik gelisah mengenang janji Kutengok abang kian menjauh
Bagaimanalah kita hendak berunding Orang berbantah setiap hari Bagaimana hamba hendak disunting Abanglah sudah beranak isteri
Bagaimana kita hendak melangkah Tulang sendiri terasa goyang Bagaimana hamba hendak menikah Abang lah menjadi laki orang
Tali kecapi disebut orang Bila dipetik bunyinya nyaring Hati ku ini mabuk kepayang Karena adik sudah berpaling
Bagaimana kita hendak berlayar Ombak besar memecah tebing Bagaimana hamba hendak bersabar Kudengar abang sudah berpaling
PANTUN MEMENDAM RINDU
Kalau balik merendam selasih Pantang merendam biji labuh Kalaulah adik merendam kasih Abangpun karam menahan rindu Kalaulah labu dibawa bermain Dimanakah sempat lagi dipetik Kalau rindu pada yang lain Dimanakan sempat bersua adik Airlah dalam bertambah dalam Hujan di hulu berlumlah teduh Hatilah karam bertambah karam Karam merindu orang yang jauh Asap api orang berladang Nampak dari kuala Siak Tiap hari kutunggu abang Sampai kini tiada nampak Azan bukan sebarang pesan Azan bilal suaranya merdu Pesan bukan sebarang pesan Pesan kutinggal tanda rindu Dari subuh orang berburu Banyak kijang dibawa balik Dari jauh abang merindu Hendak datang langkahku pendek Bila menimbang putik pauh Banyak getahnya tinggal melekat Bila kukenang adik nan juah Letak anggota pegallah urat Dapat kolek pergi kejayuh Air pasang berhenti dulu Mengingat adik lah pergi jauh Matilah abang menanggung rindu Batang selasih sudah meranting Lapuklah batang dahan pun layu Orang kukasih sudah berpaling Mabuklah dagang menahan rindu Baik sungguh pergi berburu Dapat pelanduk seekor dua Adik jauh hatiku rindu Penat duduk menanti berita Baik Sungguh mencari kurai Bulunya cantik untuk hiasan Adiklah jauh hatiku risau Rindukan adik terlupa makan Baiklah naik ke gunung ledang Disana banyak buluh perindu Adik nan molek sanjungpun abang Bila tak nampak hatiku rindu Banyaklan itik turun ke kali Mandi berenang jalan mendudu Hendak kupetik bunga berduri Matilah abang menahan rindu Banyaklah ikan mabuk terapung Karena terminum air tuba Letaklah badan duduk termenung Karena belum bertemu adinda Biji nangka janga ditelan Bia ditelan tentu tercekik Hatiku duka putus harapan Karena lama merindukan adik Biji pauh ditanam orang Sudah besar berbuah pula Hati rusuh bukan kepalang Habislah sabar memanti dinda Buah kuini masak di batang Pai hari banyak yang jatuh Biar ku mati dalam membujang Karena menanti adik yang jauh Buah mentimun di tepi tasik Habis busuk dimakan belalang Sudah bertahun ku nanti adik Hatiku remuk bukan kepalang Buluh perindu dibuat suling Bunyinya merdu mendayu-dayu Menahan rindu badanku kering Dinda tak mau mengambil tahu Bukan perahu sebarang perahu Perahu kolek tidakkan karam Bukan rindu sebarang rindu Rindu kan adik siang dan malam Hari minggu orang berjalan Membawa badik jadi senjata Hatiku rindu bukan buatan Kepada adik sebiji mata Hendak berburu oarng dah pergi Biarlah hamba duduk menunggu Hendak bertemu dinda tak sudi Biarlah hamba menanggung rindu Dari pulau menjala ikan Dapat pari dibuat pindang Hati risau tiada tertahan Mabuk menanti adik seorang Buluh perindu buluh ternama Banyak sudah disebut orang Hatiku rindu sudahlah lama Adik juga tak ingat abang Buluh perindu diberi nama Ditiup angin bergoyang-goyang Hatiku rindu tiada terperi Karena adinda lama tak datang Sayang balam mati tercekik Makan putik buah mengkudu Siang malam kunanti adik Badanku letih menahan rindu Bunga kenanga kembang sekaki Rupanya molek kelopak mekar Sungguhlah lama abang menanti Mengapa adik tak beri kabar Kalau tak ada sagu bertampin Mengapa rumbia ditebang orang Karena tak ada rindu ke lain Mengapa lama abang tak datang Belilah baju serta selendang Untuk dipakai ke helat jamu Hatiku rindu kepada abang Hajat sampai dapat bertemu Alangkah sayu hati di dalam Mendengar guruh dayu mendayu Abang merayu siang dan malam Gemetar tubuh menahan rindu Buluh kasap beruas panjang Sembilunya tajam bagaikan pisau Tidur tak lelap makan tak kenyang Mengenang kakanda jauh di rantau Dari pulau menjala hiu Pulang pergi orang berlayar Hati risau menahan rindu Abang pergia tiada kabar Buah pauh di tepi ladang Dimakan tupai menjadi busuk Susah sungguh menanti abang Badan terkulai hatiku remuk Kalaulah batangnya dihimpit kayu Mengapa kupandang tegak lurus Kalaulah abang sakit merayu Mengapa abang tak nampak kurus Tentu batangnya tampak lurus Karena kayunya sudah dibuang Tentu abang tak nampak kurus Kita bertemu sakitku hilang Air pasang singgahlah dulu Dapat berhenti di pulau karang Hatiku bimbang bertambah pilu Ingat kekasih dirantau orang Air dangkal ikannya jinak Ditangkap orang setiap hari Hati mengkal dadapun kemak Mengharap abang datang kemari Kalau tak ada sagu bertampin Mengapa rumbia ditebang orang Kalau tak ada rindu ke lain Mengapa lama abang tak datang Air keruh bertambah keruh Musim kemarau semakin panjang Hatiku rusuh bertambah rusuh Karena risau menunggu abang Angin ribut bertambah ribut Banyaklah kapal patah kemudi Ingin diikut belumlah patut Hendak ditinggal tak sampai hati Bila lancang singgah di teluk Sesudah timpas pasangpun datang Apabila abang sudah menjenguk Rindu ku lepas dadapun lapang Batang menanti mati ditebang Ditebang orang untuk perahu Abang dinanti pagi dan petang Hatiku bimbang bercampur pilu Baji kayu pembelah tiang Ditukul orang beramai-ramai Hatiku rindu tiada kepalang Karena abang lama tak sampai
Kalaulah labu dibawa bermain Dimanakah sempat lagi dipetik Kalau rindu pada yang lain Dimanakan sempat bersua adik
Airlah dalam bertambah dalam Hujan di hulu berlumlah teduh Hatilah karam bertambah karam Karam merindu orang yang jauh
Asap api orang berladang Nampak dari kuala Siak Tiap hari kutunggu abang Sampai kini tiada nampak
Azan bukan sebarang pesan Azan bilal suaranya merdu Pesan bukan sebarang pesan Pesan kutinggal tanda rindu
Dari subuh orang berburu Banyak kijang dibawa balik Dari jauh abang merindu Hendak datang langkahku pendek
Bila menimbang putik pauh Banyak getahnya tinggal melekat Bila kukenang adik nan juah Letak anggota pegallah urat
Dapat kolek pergi kejayuh Air pasang berhenti dulu Mengingat adik lah pergi jauh Matilah abang menanggung rindu
Batang selasih sudah meranting Lapuklah batang dahan pun layu Orang kukasih sudah berpaling Mabuklah dagang menahan rindu
Baik sungguh pergi berburu Dapat pelanduk seekor dua Adik jauh hatiku rindu Penat duduk menanti berita
Baik Sungguh mencari kurai Bulunya cantik untuk hiasan Adiklah jauh hatiku risau Rindukan adik terlupa makan
Baiklah naik ke gunung ledang Disana banyak buluh perindu Adik nan molek sanjungpun abang Bila tak nampak hatiku rindu
Banyaklan itik turun ke kali Mandi berenang jalan mendudu Hendak kupetik bunga berduri Matilah abang menahan rindu
Banyaklah ikan mabuk terapung Karena terminum air tuba Letaklah badan duduk termenung Karena belum bertemu adinda
Biji nangka janga ditelan Bia ditelan tentu tercekik Hatiku duka putus harapan Karena lama merindukan adik
Biji pauh ditanam orang Sudah besar berbuah pula Hati rusuh bukan kepalang Habislah sabar memanti dinda
Buah kuini masak di batang Pai hari banyak yang jatuh Biar ku mati dalam membujang Karena menanti adik yang jauh
Buah mentimun di tepi tasik Habis busuk dimakan belalang Sudah bertahun ku nanti adik Hatiku remuk bukan kepalang
Buluh perindu dibuat suling Bunyinya merdu mendayu-dayu Menahan rindu badanku kering Dinda tak mau mengambil tahu
Bukan perahu sebarang perahu Perahu kolek tidakkan karam Bukan rindu sebarang rindu Rindu kan adik siang dan malam
Hari minggu orang berjalan Membawa badik jadi senjata Hatiku rindu bukan buatan Kepada adik sebiji mata
Hendak berburu oarng dah pergi Biarlah hamba duduk menunggu Hendak bertemu dinda tak sudi Biarlah hamba menanggung rindu
Dari pulau menjala ikan Dapat pari dibuat pindang Hati risau tiada tertahan Mabuk menanti adik seorang
Buluh perindu buluh ternama Banyak sudah disebut orang Hatiku rindu sudahlah lama Adik juga tak ingat abang
Buluh perindu diberi nama Ditiup angin bergoyang-goyang Hatiku rindu tiada terperi Karena adinda lama tak datang
Sayang balam mati tercekik Makan putik buah mengkudu Siang malam kunanti adik Badanku letih menahan rindu
Bunga kenanga kembang sekaki Rupanya molek kelopak mekar Sungguhlah lama abang menanti Mengapa adik tak beri kabar
Kalau tak ada sagu bertampin Mengapa rumbia ditebang orang Karena tak ada rindu ke lain Mengapa lama abang tak datang
Belilah baju serta selendang Untuk dipakai ke helat jamu Hatiku rindu kepada abang Hajat sampai dapat bertemu
Alangkah sayu hati di dalam Mendengar guruh dayu mendayu Abang merayu siang dan malam Gemetar tubuh menahan rindu
Buluh kasap beruas panjang Sembilunya tajam bagaikan pisau Tidur tak lelap makan tak kenyang Mengenang kakanda jauh di rantau
Dari pulau menjala hiu Pulang pergi orang berlayar Hati risau menahan rindu Abang pergia tiada kabar
Buah pauh di tepi ladang Dimakan tupai menjadi busuk Susah sungguh menanti abang Badan terkulai hatiku remuk
Kalaulah batangnya dihimpit kayu Mengapa kupandang tegak lurus Kalaulah abang sakit merayu Mengapa abang tak nampak kurus
Tentu batangnya tampak lurus Karena kayunya sudah dibuang Tentu abang tak nampak kurus Kita bertemu sakitku hilang
Air pasang singgahlah dulu Dapat berhenti di pulau karang Hatiku bimbang bertambah pilu Ingat kekasih dirantau orang
Air dangkal ikannya jinak Ditangkap orang setiap hari Hati mengkal dadapun kemak Mengharap abang datang kemari
Kalau tak ada sagu bertampin Mengapa rumbia ditebang orang Kalau tak ada rindu ke lain Mengapa lama abang tak datang
Air keruh bertambah keruh Musim kemarau semakin panjang Hatiku rusuh bertambah rusuh Karena risau menunggu abang
Angin ribut bertambah ribut Banyaklah kapal patah kemudi Ingin diikut belumlah patut Hendak ditinggal tak sampai hati
Bila lancang singgah di teluk Sesudah timpas pasangpun datang Apabila abang sudah menjenguk Rindu ku lepas dadapun lapang
Batang menanti mati ditebang Ditebang orang untuk perahu Abang dinanti pagi dan petang Hatiku bimbang bercampur pilu
Baji kayu pembelah tiang Ditukul orang beramai-ramai Hatiku rindu tiada kepalang Karena abang lama tak sampai
PANTUN PERCERAIAN/PERPISAHAN
Penggal puan penggal selasih Penggal puan di Johor lama Buah hati tinggallah puan Kanda pergi tidakkan lama Buah pauh delima batu Anak sembilang di tapak tangan Walau jatuh di negeri satu Hilang di mata di hati jangan Hanyut cawan dengan bakinya Berperai-perai bunga selasih Ayuhai badan apa jadinya Hampir bercerai dengan kekasih Air telaga terasa sejuk Siapa kesana teruslah mandi Kupandang muka membawa mabuk Kudengar suara memutus hati
Buah pauh delima batu Anak sembilang di tapak tangan Walau jatuh di negeri satu Hilang di mata di hati jangan
Hanyut cawan dengan bakinya Berperai-perai bunga selasih Ayuhai badan apa jadinya Hampir bercerai dengan kekasih
Air telaga terasa sejuk Siapa kesana teruslah mandi Kupandang muka membawa mabuk Kudengar suara memutus hati
Comments :
0 komentar to “Manusia Berkepala Dua”
Silahkan kirim Komentar Anda Di Sini
:31 :33 :35 :37 :39 :41 :43 :45 :47
:49 :51 :53 :55 :57 :59 :61 :66 :69
Mau komentar? silahkan aja asal jangan komentar spam yah.
Dan maaf loh! Komentar bernada spam akan saya hapus.
Untuk melihat semua postingan klik aja Di sini