Beberapa kader PDI dan orang kepercayaan sekarang berbelok arah mendukung SBY-Boediono. Hal tersebut mereka lakukan karena merasa kecewa atas sikap Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Seperti yang dikatakan Alex Asmasoebrata. Tokoh balap nasional ini merasa sebagai pengurus PDI segala pengalaman manis dan pahit bersama partai banteng itu telah ia rasakan. "Orangtua saya mimpin PDI di Jakarta selama 25 tahun, lalu dilanjutkan dengan saya 5 tahun.Berarti sudah 30 tahun keluarga saya membesarkan PDI. Banyak kenangan manis yang saya dapat, tapi tak sedikit pula kenangan pahit saya telan," ujarnya di Jakarta, Jumat (3/7).
Aspirasi yang ia sampaikan hanya dianggap angin lalu dan tidak pernah terakomodasi. Hal yang sama ia alami selama bertahun-tahun. Tak hanya itu, tanpa alasan yang jelas, Megawati menolaknya saat diajak berjabatan tangan. "Bayangkan saja orang yang mengangkat Mega, melantik Mega, membiayai dan lainnya itu, salaman kepada saya tidak mau, dan buang muka apa pantas?" tanyanya.
Pada saat itu Alex tidak emosi, yang ia lakukan hanya tersenyum dan menguatkan tekad untuk mendukung SBY pada pilpres tahun 2004 silam. "Waktu saya gabung dengan SBY, dia belum jadi apa-apa, masih jadi Menko Polkam. Tapi saya saya pikir dia satria piningit dan memimpin bangsa degan amanah," ujarnya.
Pengalaman lain dipaparkan oleh Ratna Purnami, salah satu orang kepercayaan Megawati. Dirinyalah yang matian-matian membujuk Alex Asmasoebrata untuk mendukung Megawati agar dapat menjadi Ketua Umum PDI di tahun 1995. Saking dekatnya Ratna dengan Mega, orang-orang di sekelilingnya sampai mengeluarkan guyonan, Mega hanya dapat tidur satu selimut dengan dua orang, yaitu Taufik Kiemas dan Ratna.
Namun selama dekat dengan Mega, ternyata Ratna menyimpan suatu kekecewaan. Dirinya tidak cocok dengan gaya kepemimpinan Mega. "Kalau ada yang bilang Mbak Mega bilang dekat dengan rakyat itu tidak benar. Bagi saya memimpin wong cilik itu tidak seperti ini. Mbak Mega juga bukan orang yang pemaaf," ujarnya.
Namun, Ratna enggan untuk menceritakan lebih mendalam kekecewaan yang dialaminya. Ia berdalih, waktunya belum tepat. "Banyak hal lah yang saya alami. Setelah pilpres mungkin akan saya ungkapkan secara detail. Tapi saya tidak menyesal meninggalkan Mega, walau saya disebut panglima Mega," tuturnya.
Setelah meninggalkan Mega, kemudian Ratna bergabung dengan Alex Asmasoebrata untuk mendukung SBY. "Dari dulu Pak Alex memang atasan saya, dan saya tidak keberatan dengan hal itu," ujarnya seraya tertawa.
Kisah lain dipaparkan Markus Wauran, mantan kader PDI ini juga membelot disebabkan ia tidak cocok dengan sifat Megawati yang tidak mudah memaafkan. Menurutnya, hal tersebut tidak sesuai dengan sifat Bung Karno. Selain itu, ia juga menyesalkan sikap Megawati yang tidak melayat saat Sophaan Sofian meninggal. "Dalam politik itu ada perdebatan tapi jangan hilang pertemanan, kita jadi politisi sekaligus negarawan," tuturnya.
"PDI itu partai kalah terus. Selama puluhan tahun kita hidup kalah terus. Kami sudah pensiun dan enggak mau berkecimpung di partai yang kalah terus, ingin ada di partai yang menang biar bisa hidup tenang," urainya.
Dikutip seluruhnya dari www.kompas.com | Jum'at 3 Juli 2009
Kesalahan Pidato Megawati di Debat Final Capres
Lihat semua postingan >>Di sini<<
Siapa yah yang bakal nangis nanti :31
:31
Duh...orang goblok yang gak tau batas negaranya sendiri, gimana mo menjaga keutuhan bangsa, hmhmhmhm..cape deh..:35